Bangun PLTA, Pemerintah Gandeng Bank Dunia

GAMBARAN UMUM LOKASI PLTA

Pada pertengahan tahun 2010, PT PLN (Persero) akan melakukan pembangunan 1.040 MW PLTA Upper Cisokan Pumped Storage yang berlokasi di DAS hulu Sungai Cisokan, Provinsi Jawa Barat. Sungai Cisokan secara umum mengalir dari Selatan ke Utara, yang juga merupakan anak sungai Citarum, yang mengalir ke Laut Jawa di Pantai Utara Jawa. Sungai Citarum adalah salah satu sungai terpanjang di pulau Jawa dan sepanjang sungai ini telah memiliki sejumlah PLTA, yaitu PLTA Cirata (di hilir sungai) dan Saguling (di DAS yang berdekatan).

Pulau Jawa merupakan pusat kegiatan sekaligus pulau paling padat di Indonesia. Dari segi pembangkitan energi, lokasi pembangunan PLTA ini merupakan tempat yang sempurna bagi pembangunan PLTA yang besar. Lokasinya relatif dekat dengan kota paling besar dan penting di pulau Jawa, Jakarta dan Bandung, yang merupakan pusat perindustrian dan populasi di Jawa Barat.


REALISASI DARI SEBUAH UPAYA


Proyek pembangunan PLTA ini merupakan realisasi dari upaya PT PLN (Persero) untuk memenuhi kebutuhan listrik yang semakin meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 6-7% tiap tahunnya. Awalnya, permintaan listrik beban puncak di daerah Jawa-Bali dipenuhi oleh Pembangkit Listrik Minyak Bumi. Namun, penggunaan minyak bumi untuk pembangkit listrik tidak ekonomis karena tingginya harga minyak dan tidak efisiennya operasional Pembangkit istrik Minyak Bumi karena harganya banyak berubah-ubah. Oleh karena itu, untuk mengatasi bertambahnya ‘perbedaan beban’ perlu dicari cara untuk mendapatkan pembangkit yang murah dan efisien, yang sesuai untuk mensuplai kebutuhan beban puncak listrik harian. Sumber energi terbaik yang sesuai saat ini adalah PLTA dengan ukuran reservoir yang besar. Namun, dikarenakan kendala sosial dan lingkungan di Jawa (kepadatan populasi yang tinggi dan daerah dengan nilai keragaman hayati yang tinggi), tenaga pemasok tenaga listrik yang efektif adalah PLTA Upper Cisokan Pumped Storage. PLTA Pumped Storage membutuhkan reservoir dan DAS yang lebih kecil, serta membutuhkan biaya konstruksi yang lebih murah dibandingkan dengan Pembangkit Listrik tenaga air konvensional.
Lebih jauh lagi, PLTA Upper Cisokan Pumped Storage akan menyediakan pembangkit listrik yang lebih dapat diandalkan daripada pembangkit listrik aliran sungai biasa, karena suplai air akan selalu tersedia untuk proses pembangkitan listrik.
PLTA Cisokan ini, juga akan menjadi PLTA pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi Pumped Storage, dan akan menyediakan 1,040 MW tenaga listrik selama waktu beban puncak penggunaan listrik. PLTA Cisokan akan membutuhkan 1,000 MW tenaga listrik untuk memompa air dari reservoir bawah menuju reservoir atas untuk penyimpanan air. PLTA Cisokan akan memanfaatkan kelebihan tenaga listrik yang dihasilkan selama periode permintaan listrik rendah yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Termal, sehingga mengurangi keausan pada pembangkit listrik yang dibuat dengan mengubah output daya setiap hari. Ini akan menciptakan efisiensi dalam penggunaan mesin dan secara ekonomis pada sistem jaringan listrik di Jawa-Bali.


STRATEGI PEMBIAYAAN DALAM PEMBANGUNAN PLTA UPPER CISOKAN PUMPED STORAGE

PLTA Upper Cisokan Pumped Storage memang merupakan pembangkit listrik yang memiliki manfaat ekonomis tinggi, hal ini jika dibandingkan dengan pembangkit listrik yang selama ini memanfaatkan unrenewable resources seperti minyak bumi. Namun, hal tersebut terlihat kontras jika ditilik dari segi pembiayaannya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Dirut PT PLN (Persero), H Fahmi Mochtar, bahwa biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan PLTA tersebut yaitu sebesar USD 850 juta. Untuk strategi pembiayaannya menggunakan strategi konvensional dengan rincian pembiayaan sekitar USD 700 juta dari World Bank, USD 100 juta dari PT PLN (Persero), dan sisanya diperoleh dari APBN. Untuk itu pemerintah telah meneken loan agreement dengan Bank Dunia.
Sebenarnya, untuk membiayai pembangunan PLTA tersebut pemerintah perlu mencari alternatif pembiayaan lainnya. Hal ini mengingat tumpukan hutang Indonesia yang seolah-olah tidak ada habisnya.

Sebagai solusi alternatifnya, pemerintah dapat menerapkan sistem kerjasama BOT (Build-Operate-Transfer). BOT merupakan salah satu strategi pembiayaan yang bersifat nonkonvensional, dimana dalam penerapannya pemerintah melakukan kerjasama dengan pihak swasta, dimana peran swasta nantinya sebagai pihak yang membangun dan mengelola PLTA tersebut dalam jangka waktu yang telah disepakati. Kemudian setelah tiba batas akhir pengelolaan, pihak swasta menyerahkannya kembali kepada pemerintah untuk selanjutnya dilakukan bagi hasil antara pihak swasta dengan pemerintah sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan untuk mengakomodasi tingginya biaya yang diperlukan dalam pembangunan PLTA tersebut, pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan beberapa pihak swasta (tidak hanya satu), hal ini mengingat PLTA bukan merupakan suatu bangunan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa infrastruktur penyusun. Untuk pembagianya, disesuaikan dengan kemampuan masing-masing developer dalam membiayai pembangunan infrastruktur tersebut, misalnya developer A dapat membiayai pembangunan dua infrastruktur, developer B dapat membiayai satu infrastruktur, dan seterusnya.

Kerjasama dengan teknik BOT ini sebenarnya dapat menjadi suatu alternatif dalam pembangunan PLTA Upper Cisokan Pumped Storage di Jawa Barat, selain dengan cara melakukan loan agreement dengan Bank Dunia. Sisi positifnya, dengan menggunakan BOT setidaknya pemerintah tidak perlu lagi menambah daftar hutangnya kepada Bank Dunia dan sekaligus dapat menghemat anggaran negara. Kita perlu mengingat bahwa pinjaman luar negeri selama ini memakan porsi APBN paling besar. Hal ini dikarenakan jumlah pembayaran pokok dan bunga hutang hampir dua kali lipat dari anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Jika fakta menyatakan hal demikian, tentunya keputusan untuk melakukan loan agreement dengan Bank Dunia dalam pembangunan PLTA Cisokan ini tampaknya bukan merupakan suatu kebijakan yang tepat.




No comments:

Post a Comment