LANGKAH EFEKTIF PENGEMBANGAN LKM (LEMBAGA KEUANGAN MIKRO) DALAM MENDUKUNG PRAKTEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN



Latar Belakang Kajian

Penyediaan hunian yang layak, adalah hak dasar setiap warga negara dan menjadi kebutuhan pokok yang harus terpenuhi. Pada saat ini diperkirakan sekitar 13 juta penduduk belum menghuni rumah yang layak, sehingga peningkatan kualitas perumahannya menjadi persoalan mendesak dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dilihat dari persfektif bagaimana masyarakat Indonesia mendapatkan rumah, sekitar 68 % masyarakat Indonesia memperoleh atau mendapat rumah dengan cara membangun sendiri dan hanya sekitar 15 % yang membeli rumah baru dari para penjual baik pengembang, koperasi maupun perorangan (BPS,2004).
Saat ini bisnis jual-beli rumah bukan baru (second market) memiliki tempat penting. Di luar itu mereka memenuhi kebutuhan rumahnya dengan cara lain, misal termasuk alokasi administratif dari kantor. Sehubungan dengan kondisi tersebut, usaha kredit mikro menjadi agenda yang mendunia karena adanya realitas kehidupan usaha mikro sebagai kegiatan ekonomi berskala mikro yang unik dan sangat efektif diaplikasikan pada masyarakat berpenghasilan rendah. Apalagi didukung agenda percepatan pembangunan perumahan yang telah digagas pemerintah.




Pentingnya Pembiayaan Mikro dan Perumahan

Berbisnis pembiayaan mikro adalah kegiatan yang produktif, karena dapat diselenggarakan secara komersial dan kompetitif serta dapat hidup secara berlanjutan dan yang lebih penting pasarnya belum jenuh termasuk perumahan, kedudukannya yang harus dipenuhi dan kaitan kegiatannya rakyat luas dengan saling keterkaitan yang tinggi. Melalui Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah menunjukkan pasar yang masih sangat diminati.
Jika dilihat dari proyeksi pertumbuhan rumah tangga, maka setiap tahunnya akan timbul sekitar 800000 rumah tangga baru, hal ini sangat mendukung daya beli terhadap kebutuhan hunian. Dari persfektif program pembangunan perumahan RPJM telah menetapkan sasaran pembangunan perumahan beberapa tahun kedepan, sangat memungkinkan sebagai event pengenalan program pembangunan kredit mikro perumahan (sebagai Pembiayaan Perumahan) adalah satu upaya untuk mengundang segenap LKM yang ada, baik Bank maupun bukan bank untuk turut serta masuk dalam pasar pembiayaan perumahan. Pengadaan suatu kegiatan ini diharapkan akan ada kerjasama yang signifikan antara pemerintah swasta dan masyarakat. Upaya untuk meningkatkan jangkauan (outreach) dari LKM terhadap masyarakat berpenghasilan rendah sangatlah penting untuk meningkatkan kapasitas masyarakat membangun dan memperbaiki rumahnya. Nantinya strategi yang dilaksanakan adalah merumuskan peran apa yang harus dimainkan oleh pemerintah agar LKM dapat melayani calon pembeli atau konsumen yang ingin memperbaiki rumah memperoleh pembiayaan.
Peran Pemerintah dalam hal ini berpesan dalam mempersiapkan dukungan bagi LKM untuk dapat ikut serta dalam pembiayaan perumahan, instrumen serta penyiapan kebijakan apa yang dapat dimanfaatkan serta tambahan-tambahan apa yang menjadikannya lebih menarik. Advokasi untuk alokasi anggaran pada berbagai tingkatan perlu dilakukan baik pada tatanan APBN, APBD propinsi maupun APBD kabupaten/kota.




Kebijakan Pembiayaan Perumahan


BTN sebagai bank khusus yang menangani pembiayaan perumahan di Indonesia terus mengembangkan kapasitas dengan menyediakan kredit perumahan sejumlah 65000-100000 per tahun, hal ini didukung oleh pernyataan Presiden Susilo Yudoyono yang semakin memantapkan posisi bank BTN untuk mendukung pembiayaan perumahan.
Selain itu, dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.5 Tahun 2005 yang mengatur batas pendapatan yang dianggap layak mendapat subsidi KPR sebesar maksimal Rp 2.000.000 /bulan dan batasan kredit rumah kurang dari 42 juta rupiah menunjukkan kiat pemerintah untuk mengatasi permasalahan permbiayaan yang umumnya menimpa masyarakat berpenghasilan rendah dengan semakin terbukanya ajakan kepada pihak pengembang dan konsumen untuk memasukkan peran bank-bank umum dan BUMN berupa perluasan basis pelayanan kredit perumahan.
Penguatan SMF juga tidak boleh ditiadakan, mengingat SMF sebagian besar masih menjangkau perbankan skala mikro. Oleh karena itu, perlu diadakannya UU tentang pengaturan sekuritas atau penciptaan SBA. Disini disinyalir akan timbul multiplier effect karena sifat SBA yang mengusung partisipasi. Dengan adanya sekuritas ini semakin membuka peluang LKM ikut ambil andil dalam pembiayaan pembangunan dari pasar modal yang didukung oleh pemerintahan dari pusat sampai daerah.
Pengelolaan dana pembiayaan perumahan yang bersifat swadaya sebagai efek lanjutan dari keterlibatan LKM sangat perlu didukung oleh pemerintah daerah. Dengan memanfaatkan karakter LKM yang menonjol dalam pendampingan nasabahnya, sehingga kecepatan komunikasi yang bersifat krusial bisa teraplikasikan. Termasuk dalam pendampingan pemenuhan persyaratan teknis pembangunan.
Selanjutnya dorongan dari semua instansi Pemerintah yang mengembangkan program perkuatan LKM. misalnya Kementerian Koperasi dan UKM, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Sosial dan seterusnya sangatlah penting dengan cara mengizinkan bantuan modal LKM untuk masing-masing sektor juga diizinkan sekurang-kurangnya 10% dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan dan perbaikan rumah dengan jangka waktu dua tahun atau lebih karena selama ini pembiayaan perumahan dalam JUKNIS sering disebutkan jangka waktu pinjaman kurang dari satu tahun yang menandakan pembiayaan hanya dilihat sisi konsumsi dan dianggap tidak produktif. Dengan jangka waktu yang lebih lama memungkinkan arus perputaran uang semakin besar dan sangat kompetitif untuk meningkatkan pendapatan daerah. Mengingat terdapat 17.5 Trilyun Rupiah dana perkuatan UKM di berbagai Departemen/Instansi Pemerintah, (KMKUKM,2006), hal ini menunjukkan pontensi pembiayaan dan peluang bisnis baru pembangunan dan perizinan rumah untuk peningkatan produktivitas usaha dan kualitas hidup sekitar 1.7 Trilyun setiap tahun dan akan termanfaatkan.

No comments:

Post a Comment